Qurban, Penemuan Diri Sejati, dan Google Maps



Qurban, Penemuan Diri Sejati, dan Google Maps

Oleh : Andi Alpi AM

            Suatu hari saya berangkat ke Bogor untuk mengecek sapi kurban untuk pondok pesantren, saya dan teman berangkat dengan mengandalkan google maps yang dishare juragan sapi. Mulailah motor saya kemudikan dengan sangat cepat karena perjalanan cukup panjang sekitar satu jam dan teman saya bertugas memperhatikan maps melalui handphonenya di belakang saya. Sampailah kami pada sebuah perempatan di atas jembatan yang di bawahnya tol, dan maps mengarahkan kami ke arah kiri yang mana itu pinggir tol sehingga kami menyusuri tol. Akan tetapi, kami diarahkan untuk putar balik dengan mengambil sisi sebelah jalan tol melalui terowongan yang di atasnya tol.

            Setelah kami berputar, maps mengarahkan kami ke tempat sebelumnya lagi yaitu perempatan di atas jembatan tadi. Kemudian maps mengarahkan kami menuju ke arah yang sama kita lalui sebelumnya, dan teman saya mengatakan bahwa seharusnya tadi kita terus saja arahnya tidak belok-belok tapi entah kenapa maps membuat kita belok-belok dan memutar di tempat yang sama. Sampailah kami di terowongan yang di bawah jalan tol dan kami jalan terus tidak mengikuti arah sebelumnya hingga jauh.

            Dengan penuh semangat kutancap gas di atas rata-rata kecepatan motor di sekitarku, sampai melewati gang-gang dan jalan yang sama sekali tidak pernak aku saksikan sebelumnya. Ketika kami sampai pada sebuah gang yang dimana ibu-ibu menjemur pakaian mereka di jalanan, temanku mulai mengeluh : kok ini kembali lagi ke perempatan di atas jembatan itu dan kembali lagi ke jalur kita yang tadi ?! aku menanggapi : sini aku liat mapsnya pasti ada yang salah.

            Akhirnya aku tahu kesalahannya di mana dan aku menutup maps tadi kemudian membukanya ulang, lalu memencet rute dan memilih simbol motor. Di situlah letak kesalahannya yaitu maps sebelumnya adalah maps untuk mobil sehingga kami diarahkan untuk masuk tol tapi kami tidak masuk sehingga kami hanya berputar-putar di sekitar pinggiran jalan tol itu saja. Akhirnya setelah disetel ulang, kami bisa melanjutkan perjalanan tanpa ada ketakutan salah jalan dan sampai ke tempat juragan sapi untuk mengecek sapi yang ingin dikurbankan di pondok pesantren.

 

Makna : Mengendarai motor merupakan simbol dari manusia yang berjalan di muka bumi ini, jalanan yang dilaluinya merupakan simbol kehidupan dan berputar secara berulang-ulang di pinggiran tol adalah simbol daripada ketidak-tahuan, kemudian mengklik simbol motor di google maps merupakan simbolisasi dari self-knowledge (pengetahuan diri sejati/makrifatu nafs). Sampai ke juragan sapi untuk mengecek sapi kurban merupakan simbolisasi dari pengorbanan yang sesungguhnya itu datang atau hadir ketika setelah makrifatu nafs (mengenal diri.

            Ketika saya mengemudi motor tersebut dengan berpedoman pada google maps dan tersesat karena salah dalam mengaktifkan maps mode, yang seharusnya mode motor akan tetapi yang aktif adalah mode mobil sehingga menyebabkan kami berputar-putar di pinggiran jalan tol. Hal ini simbolisasi dari ketidak-tahuan kita akan diri kita yang sesungguhnya sehingga kita bingung dan terus berputar-putar dalam lingkaran kehidupan ini.

            Ketika kami (saya dan teman) mulai merasa heran dan bingung kenapa kami bisa perputar-putar pada jalan dan tempat yang sama, kami berhenti sejenak dan merenungkan sebabnya dan mencari solusinya. Ini merupakan simbolisasi dari keadaan kita semua tak kala kita sudah bergelut dengan begitu banyak hal yang terus berulang-ulang sehingga muncullah satu momen dalam kehidupan kita yang membuat kita bertanya, kok bisa begini ? masa iya gini aja ? kok aku nggak satisfied (puas) ? apa yang salah ? apa aku ini ?

            Kemudian ketika kami menyadari bahwa mode yang kami gunakan adalah mode mobil sehingga kami menggantinya dengan mode motor, jelaslah arah perjalanan kami. Ini merupakan simbolisasi ketika kita menyadari atau tersadarkan diri kita yang sesungguhnya, kita sering mendengar dari guru-guru tercerahkan bahwa apa yang kita anggap sebagai diri kita adalah tidak benar bahwa hal tersebut adalah diri sejatimu akan tetapi sebuah anggapan. Karena selama ini, apa yang kita anggap sebagai diri yaitu fisik, tendensi-tendensi (habits) dan memori (coba renungkan hal tersebut, apakah selama ini itu yang kita anggap diri atau rujuk bagaimana Budha menjelaskan apa yang kita anggap sebagai diri) bukanlah diri kita sejatinya. Terjadinya kesalahan juga karena identifikasi kita pada sesuatu yang tidak tepat, sebagaimana identifikasi pada cerita di atas, ketika kami berkendara motor tapi menggunakan mode mobil maka terjadilah eror.

            Setelah kami mengaktifkan mode motor pada maps akhirnya jelaslah jalan yang kami akan lalui. Ini merupakan simbol daripada bahwa seseorang yang telah mengenal diri sejatinya maka jelaslah baginya jalan yang lurus tanpa ada keraguan di dalamnya dan mungkin itulah jalan yang lurus sebagaimana doa dalam surah al fatihah ayat 6 “tunjukkanlah kami jalan yang lurus”.

            Dan kami akhirnya tiba di juragan sapi untuk mengecek kurban untuk pondok pesantren. Ini merupakan simbol bahwa pengorbanan yang sejati hanya bisa dilakukan bagi mereka yang sudah mengerti dan menyadari diri sejatinya. Dan kemudian dia mampu untuk melayani dan membantu manusia lainnya di muka bumi, karena tanpa self-knowledge (pengetahuan diri sejati) maka segala bentuk tindakannya bersumber dari diri yang tidak sejati.

Post a Comment

1 Comments