Para guru di Indonesia dengan penuh haru merayakan hari ulang tahun guru nasional. Peringatan hari guru mengingatkan semua orang bahwa kehadiran guru itu penting. Konon Jepang paska terkena musibah Bom Atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki, Pemerintah mengumpulkan para Guru dan Tenaga Pendidik. Pemerintah Jepang memulai kebangkitan negaranya yang luluh lantah dengan terlebih dahulu menyasar sektor pendidikan. Nobita, Sisuka, Gian, Suneo, dan anak-anak lainnya harus dibuat cerdas dan berkarakter sebagai generasi masa depan yang akan mewarisi dan membangun bangsanya. Semua anak muda harus jenius seperti Doraemon dan memiliki integritas layaknya Detektif Conan. Mungkin demikian visi misi pemerintah Jepang saat itu.
Setiap
tanggal 25 November, beberapa tahun belakangan ini di rumahku mendadak ditemukan
Kue Tart bertuliskan Selamat Hari Guru, kue pemberian murid-murid Ibuku di
sekolah. Aku berpikir sepertinya guru semakin ke sini semakin dihargai keberadaannya.
Ayah dan Ibuku adalah guru MI (Madrasah Ibtidaiyah) sekolah dasar di bawah naungan
Kemenag. Ibuku hingga kini masih istiqomah mengajar di MI, adapun Ayahku naik jabatan
jadi Pengawas Madrasah. Aku paham bagaimana keluh kesah seseorang yang sudah berjuang
kuliah hingga sarjana, dan kemudian pulang mengabdi menjadi guru di kampung. Aku
bukan hanya mendengar cerita bahwa para guru itu miskin dan tak punya ketahanan
ekonomi, tapi aku hidup dari beras dan tempe yang dibeli ibu dari uang gaji menjadi
seorang guru yang tak seberapa.
Soal
kesejahteraan guru, jangan ditanyakan lagi. Aku hampir dapat pastikan tak ada
guru yang kaya raya. Jikapun ada guru kaya, dua kemungkinannya, pertama guru
itu punya kerja sampingan atau bisnis dan wirausaha sambilan. Kemungkinan kedua,
dia menjabat kepala sekolah, lalu korupsi uang BOS (bantuan operasional sekolah).
Kemungkinan kedua sih saya pikir tidak pernah terjadi atau tidak pernah diketahui
TKP-nya.
Siapa
yang layak disalahkan soal nasib buruk para guru itu, pemerintah atau siapa? Atau
memang ini sudah sesuai dengan teori ekonomi. Semakin banyak ketersediaan komoditas
dan sedikitnya permintaan pasar, harga akan semakin turun dan murah. Begitupun sebaliknya,
semakin sedikitnya komoditas disertai permintaan pasar yang tinggi akan
meningkatkan harga. Apakah ini alasan para guru dibayar murah? Negeri kita
sudah surplus tenaga pendidik sehingga harga dan bayaran para pendidik jadi bercanda.
Upah menjadi kasir di Indomaret atau bekerja sebagai Ojeg Online jauh lebih
menjanjikan ketimbang jadi Guru Honorer.
Atau jangan-jangan
pahlawan tanpa tanda jasa memang tidak boleh dan pantang untuk mendapatkan gaji
yang layak. Karena tidak pernah kita dengar istilah UMGD (Upah Minimum Guru dan
Dosen). Apakah para Guru jika digaji dengan layak tidak lagi menjadi pahlawan. Mungkin
dia jadi pamrih, pragmatis, oportunis, hubbu dunia, atau konsumerisme. Karena
pada kenyataannya tunjangan kesejahteraan bagi guru tidak selalu beriringan dengan
kinerja dan kompetensi.
Fakta di lapangan,
banyak kita temukan para guru ASN dan Guru yang sudah mendapatkan Tunjangan Sertifikasi,
tidak menjadi uju-ujug meningkat kinerjanya. Apakah para guru menjadi semakin kreatif
dan variatif dalam mengembangkan serta mempraktekan metode mengajarnya, menjadikan
dirinya makin dicintai dan disukai para muridnya, sehingga akhirnya anak didik dapat
merasakan nikmatnya belajar? Kenyataannya api jauh dari panggang. Masih banyak guru
yang cara ngajarnya tetap payah. Hanya dua hal yang berubah seusai kesejahteraannya
sedikit diperhatikan. Pertama kendaraan, rumah, dan gayanya yang makin kece. Kedua
jadi punya cicilan ke Bank karena menggadaikan SK (Sebagai indikasi bahwa gaji dan
tunjangannya kurang dan masih minta ditambah). Selain kedua hal tersebut, yah masih
sama saja dengan sebelum jadi PNS atau sebelum dapat Sertifikat Pendidik.
Menjadi guru
memang bukan pekerjaan mudah. Saya tak habis pikir kenapa banyak anak muda yang
mau masuk Fakultas Pendidikan, padahal pasion dan ketertarikannya bukan di sana.
Saya pikir jadi guru itu sama dengan menumbalkan diri untuk bangsa dan negara. Dengan
menjadi guru kamu secara tidak langsung bersumpah pada Tuhan YME akan menghibahkan
diri untuk kemajuan pendidikan jutaan anak manusia. Tugas para guru adalah mencetak
generasi muda untuk hidup di zamannya dengan baik, benar, dan pintar. Karena bangsa
kita selain masih kekurangan orang pintar juga sangat kekurangan orang baik yang
berkarakter dan punya integritas.
Para pejabat,
aparat, politikus, dan penguasa lainnya (yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu),
adalah orang-orang cerdas dan pintar yang dimiliki bangsa ini. Tetapi sebagian dari
mereka (saya tidak berani untuk menyebut mayoritas) tidak punya integritas, kejujuran,
dan keberpihakan pada kebenaran dan kepentingan orang banyak.
Berikut salah
satu contoh bahwa bangsa kita miskin generasi berintegritas. Semua orang tahu bahwa
orang bodoh dan ber-IQ rendah tak mungkin mejadi Jenderal bintang 2 pada Institusi
Polri, karena hal itu hampir mustahil. Oknum Jenderal tembak anak buah serta spekulasi
dan kecurigaan publik atas ketertakaitannya dengan Skandal Judi Online cukup menjadi
bukti, bahwa bangsa kita tidak hanya butuh orang pintar tapi bangsa ini memerlukan
orang yang berintegritas. Mereka boleh jadi amat pintar, tapi jahat dan bajingan,
kan unfaedah banget.
Pendidikan
yang hanya sebatas formalitas, tidak berkuliatas, serta ala kadarnya mengakibatkan
negara, bangsa, dan manusia-manusia sebagai rakyat tidak menuju kedaulatan dan kemerdekaan
sejati. Tentu ini semua tanggung jawab bersama. Namun guru menjadi juru kunci atas
masa depan Indonesia. Pendidik berada pada posisi paling strategis dalam peningkatan
kualitas manusia negeri tercinta.
Melihat betapa
pentingnya peran guru dan pendidik dalam sebuah bangsa tentu memberikan kesadaran
bahwa menjadi guru itu adalah Jihad yang amat sulit. Perjuangan mencerdaskan kehidupan
bangsa jauh lebih sulit dari Jihad para Dokter di bidang kesehatan, perjuangan para
TNI dalam urusan keamanan dan pertahanan, dan susah payahnya jadi POLRI menjaga
Kamtibmas. Kelalaian guru dalam mendidik jauh lebih berbahaya dan fatal dari malpraktik
dokter. Rendahnya mutu dan kualitas guru lebih membuat khawatir dibanding minimnya
cadangan Alutsita. Buruknya Integritas dan kinerja guru lebih genting dari salah
tembak anggota. Karena guru adalah rahim yang melahirkan generasi muda para pemimpin
bangsa.
Memilih menjadi
guru tentu sangat mulia. Tapi menjadi guru tidak mudah. Selain tanggung jawabnya
besar gajinya kecil. Kalau tidak punya kesiapan dan niat ikhlas lebih baik cari
profesi atau pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Lebih baik hanya ada sedikit
guru, biarkan guru jadi barang langka dan berharga. Jangan main-main dengan profesi
guru. Kalau mau main-main yah yang profesional, jadi guru Paud atau guru TK misalnya.
Menjadi guru
tidak sesederhana masuk kelas dan menyampaikan materi semata. Seorang guru selain
harus cerdas, menguasai metode pendidikan, update ilmu pengetahuan, gemar membaca,
mampu menulis, mengikuti perkembangan zaman, serta tabah hidup bersahaja dalam kemiskinan.
Di era digital seorang guru harus mampu berdansa mengikuti irama dan alunan melodi
zaman. Alih-alih menjadi penikmat konten youtube, tiktok, instagram, atau media
sosial lainnya, seorang guru harus dapat membuat konten-konten pendidikan yang berkuliatas
dan menyenangkan. Dengan demikian para siswa punya tuntunan/tontonan berkualitas
dari konten gurunya yang dia idolakan.
Saya ucapkan
selamat dan salam khidmat untuk semua para guru. Saya tidak mampu membalas semua
jasa-jasa para guru, tidak pula mampu memberikan Kue Tart bertuliskan ucapan “Selamat
Hari Guru”. Saya hanya mampu mempersembahkan tulisan ini sebagai hadiah untuk semua
guru yang mulia. Tulisan ini juga sekaligus peringatan untuk guru serta para stakeholder
pendidikan yang tak berkompeten dan main-main dengan tanggung jawabnya dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Selamat Hari
Guru, Ibu Bapak Guru i love you. Aku akan bantu menagih pada Tuhan lewat
doaku, agar Dia membalas jasamu di dunia dahulu, dan di akhirat kemudian. Semoga
pemerintah memikirkan kesejahteraanmu, hasil dari semua kerja keras dan upayamu
untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak bangsa.
Mursyid Al
Haq
0 Comments