Studi
di luar negeri mungkin jadi mimpi banyak orang, saya termasuk salah salah satunya.
Ada banyak alasan kenapa studi di luar negeri menjadi sesuatu yang amat menarik
khususnya untuk anak muda Indonesia. Tentu bukan karena pendidikan di Indonesia
yang dianggap kurang berkualitas, karena faktanya ada beberapa perguruan tinggi
tanah air yang kualitasnya ngga kaleng-kaleng, berstandar internasional, serta diakui
dunia.
Saya
pikir, salah satu alasan menuntut ilmu ke luar negeri adalah mencari
pengalaman. Sejak kecil kita sering liat pribahasa berbahasa inggris di lembaran
buku tulis bermerek SIDU (Sinar Dunia), Experience is The Best Teacher,
pengalaman adalah guru terbaik. Bagi banyak orang Muslim, sabda Kanjeng Nabi
Muhammad berikut ini sudah tak asing lagi: Utlubul Ilma wa Lau bi Sin, aku
memaknainya “urusan mencari ilmu jangan
ragu walau harus jauh ke negeri tirai bambu”.
Ada
banyak cara untuk bisa kuliah di luar negeri, sekurang-kurangnya ada tiga
jalan, pertama ikut Seleksi LPDP Luar Negeri. Untuk yang punya IQ tinggi dan
nasib baik biasanya kuliah ke luar negeri lewat jalur ini. Berbeda dengan para
anak sultan yang kekayaannya ngga akan habis tujuh turunan, golongan ini bisa
pake jalur mandiri tanpa khawatir soal biaya. Yang ketiga melalui jalur lembaga
pendidikan luar negeri yang memberikan kesempatan bagi pelajar Indonesia untuk
kuliah secara cuma-cuma di negara tersebut.
Kembali
ke tujuan kuliah di luar negeri. Di dunia ini ada banyak negara dan bangsa yang
dikenal sudah punya sejarah panjang dan peradaban gemilang. Hal ini juga yang
menjadi alasan kenapa kuliah ke luar negeri dianggap worth it.
Beberapa
negara Timur Tengah seperti Mesir, Iran, Turki, Arab Saudi, dsb menjadi tujuan
banyak orang untuk menuntut ilmu keagamaan khususnya Islam. Cabang ilmu yang
dipelajari biasanya berupa ilmu Aqidah, Fiqh, Sastra Arab, dan Filsafat. Berbeda
dengan negara Eropa dan Amerika. Banyak orang kuliah di sana dengan tujuan
belajar ilmu ekonomi, hukum, bisnis, teknologi, sains, kedokteran, dsb. Walaupun
tak selalu pasti demikian, karena faktanya ada juga yang kuliah kedokteran di Timur
Tengah Iran, dan pergi ke Eropa untuk kuliah Filsafat dan Teologi.
Perkara
jurusan dan cabang ilmu yang dapat dipilih dan dipelajari begitu amat beragam. Demikian pula
harapan dan cita-cita pribadi yang bersifat personal, tentu jauh lebih banyak
lagi. Mungkin ada yang ingin terlihat keren. Secara, dengan kuliah di luar negeri
memberikan status sosial dan kebanggaan tersendiri. Ada pula yang ingin punya
banyak relasi dan teman dari seluruh makhluk penduduk bumi. Atau boleh jadi karena
ingin punya anak blasteran dengan menikahi bule berhidung mancung dan bermata
biru. Sebut saja sambil menyelam minum Teh Botol Sosro.
Niat
saya berangkat ke luar negeri memang dengan tujuan kuliah, tetapi saya lebih
suka menyebutnya sebagai Nyantri. Karena nyantri adalah sebuah pekerjaan mulia
yang orientasi dan tujuannya jauh lebih luas dari sekadar kuliah. Alasan
lainnya, saya di sini tidak hanya kuliah dan keluar masuk kampus saja. Namun di
negeri tempat saya merantau ada banyak majelis ilmu dan padepokan keagamaan
seumpama pesantren di Indonesia yang dapat dijadikan tempat menempa pikiran dan
hati. Belum lagi makam para wali tak terhitung banyaknya, bagi santri tempat semacam
ini keramat dan berkat untuk ziarah dan bertapa.
Saya
pribadi dengan kuliah di luar negeri, selain ingin mencari banyak pengalaman
juga ingin punya banyak akses terhadap banyak literatur ilmu pengetahuan. Saya memilih
untuk belajar di Timur Tengah, karena dengan belajar di sana memberikan saya kesempatan
untuk dapat mempelajari bahasa asing (Bahasa Arab dan Bahasa Persia) secara langsung
kepada para penuturnya. Untuk mengakses literatur keislaman yang luas dan
mendalam saya pikir dewasa ini, seseorang harus punya kemahiran bahasa (minimal
Arab dan Persia). Bahasa Arab mewakili literatur islam klasik dan Bahasa Persia
mewakili perkembangan dan kemajuan pemikiran Islam.
Hidup
di sebuah negara sebagai warga negara asing merupakan kesempatan untuk mempelajari
banyak hal, seperti: budaya, tradisi, cara berpikir masyarakat, pemerintahan, ekonomi,
politik, dsb. Kenapa di negeri kita ada banyak orang yang berpikiran sempit dan
kerdil. Misalnya para pengusung khilafah, simpatisan dan ex-HTI, atau para “Mujahidin”
lokal Indonesia yang punya ide dan gagasan dangkal soal politik dan
pemerintahan. Orang-orang semacam ini selain mainnya kurang jauh dan pulangnya kurang
malam, mereka terlalu banyak halu dan termakan kebohongan berita. Akhirnya cara
berpikir dan tindakannya mempertontonkan kedunguan semata. Kesadaran semacam
ini saya peroleh setelah hidup jauh dari Tanah Air dan bertemu dengan banyak
orang dari berbagai latar belakang (suku, ras, bangsa, negara, bahkan agama). Dengan
itu semua akhirnya saya dapat mengambil banyak pelajaran dari mereka.
Selain
mendapatkan pengalaman dan ilmu, belajar di luar negeri membuat saya bangga dan
semakin cinta pada Indonesia. Nasionalisme saya menjadi tumbuh subur disiram
rindu pada kampung halaman, keluarga, dan teman-teman. Saya selalu berharap
perjalanan nyantri saya jauh ke luar negeri semoga dapat memberikan berkah dan
manfaat untuk diri, keluarga, bangsa, negara, dan agama.
Qom
Senin,
13 September 2022/22 Syahriwar 1401
1 Comments
Aamiin.. barakallah.. sukses nak..
ReplyDelete