Nyantri di Luar Negeri (Chapter 1)

 

Studi di luar negeri mungkin jadi mimpi banyak orang, saya termasuk salah salah satunya. Ada banyak alasan kenapa studi di luar negeri menjadi sesuatu yang amat menarik khususnya untuk anak muda Indonesia. Tentu bukan karena pendidikan di Indonesia yang dianggap kurang berkualitas, karena faktanya ada beberapa perguruan tinggi tanah air yang kualitasnya ngga kaleng-kaleng, berstandar internasional, serta diakui dunia.

Saya pikir, salah satu alasan menuntut ilmu ke luar negeri adalah mencari pengalaman. Sejak kecil kita sering liat pribahasa berbahasa inggris di lembaran buku tulis bermerek SIDU (Sinar Dunia), Experience is The Best Teacher, pengalaman adalah guru terbaik. Bagi banyak orang Muslim, sabda Kanjeng Nabi Muhammad berikut ini sudah tak asing lagi: Utlubul Ilma wa Lau bi Sin, aku memaknainya  “urusan mencari ilmu jangan ragu walau harus jauh ke negeri tirai bambu”.

Ada banyak cara untuk bisa kuliah di luar negeri, sekurang-kurangnya ada tiga jalan, pertama ikut Seleksi LPDP Luar Negeri. Untuk yang punya IQ tinggi dan nasib baik biasanya kuliah ke luar negeri lewat jalur ini. Berbeda dengan para anak sultan yang kekayaannya ngga akan habis tujuh turunan, golongan ini bisa pake jalur mandiri tanpa khawatir soal biaya. Yang ketiga melalui jalur lembaga pendidikan luar negeri yang memberikan kesempatan bagi pelajar Indonesia untuk kuliah secara cuma-cuma di negara tersebut.

Kembali ke tujuan kuliah di luar negeri. Di dunia ini ada banyak negara dan bangsa yang dikenal sudah punya sejarah panjang dan peradaban gemilang. Hal ini juga yang menjadi alasan kenapa kuliah ke luar negeri dianggap worth it.

Beberapa negara Timur Tengah seperti Mesir, Iran, Turki, Arab Saudi, dsb menjadi tujuan banyak orang untuk menuntut ilmu keagamaan khususnya Islam. Cabang ilmu yang dipelajari biasanya berupa ilmu Aqidah, Fiqh, Sastra Arab, dan Filsafat. Berbeda dengan negara Eropa dan Amerika. Banyak orang kuliah di sana dengan tujuan belajar ilmu ekonomi, hukum, bisnis, teknologi, sains, kedokteran, dsb. Walaupun tak selalu pasti demikian, karena faktanya ada juga yang kuliah kedokteran di Timur Tengah Iran, dan pergi ke Eropa untuk kuliah Filsafat dan Teologi.

Perkara jurusan dan cabang ilmu yang dapat dipilih dan dipelajari begitu amat beragam. Demikian pula harapan dan cita-cita pribadi yang bersifat personal, tentu jauh lebih banyak lagi. Mungkin ada yang ingin terlihat keren. Secara, dengan kuliah di luar negeri memberikan status sosial dan kebanggaan tersendiri. Ada pula yang ingin punya banyak relasi dan teman dari seluruh makhluk penduduk bumi. Atau boleh jadi karena ingin punya anak blasteran dengan menikahi bule berhidung mancung dan bermata biru. Sebut saja sambil menyelam minum Teh Botol Sosro.

Niat saya berangkat ke luar negeri memang dengan tujuan kuliah, tetapi saya lebih suka menyebutnya sebagai Nyantri. Karena nyantri adalah sebuah pekerjaan mulia yang orientasi dan tujuannya jauh lebih luas dari sekadar kuliah. Alasan lainnya, saya di sini tidak hanya kuliah dan keluar masuk kampus saja. Namun di negeri tempat saya merantau ada banyak majelis ilmu dan padepokan keagamaan seumpama pesantren di Indonesia yang dapat dijadikan tempat menempa pikiran dan hati. Belum lagi makam para wali tak terhitung banyaknya, bagi santri tempat semacam ini keramat dan berkat untuk ziarah dan bertapa.

Saya pribadi dengan kuliah di luar negeri, selain ingin mencari banyak pengalaman juga ingin punya banyak akses terhadap banyak literatur ilmu pengetahuan. Saya memilih untuk belajar di Timur Tengah, karena dengan belajar di sana memberikan saya kesempatan untuk dapat mempelajari bahasa asing (Bahasa Arab dan Bahasa Persia) secara langsung kepada para penuturnya. Untuk mengakses literatur keislaman yang luas dan mendalam saya pikir dewasa ini, seseorang harus punya kemahiran bahasa (minimal Arab dan Persia). Bahasa Arab mewakili literatur islam klasik dan Bahasa Persia mewakili perkembangan dan kemajuan pemikiran Islam.

Hidup di sebuah negara sebagai warga negara asing merupakan kesempatan untuk mempelajari banyak hal, seperti: budaya, tradisi, cara berpikir masyarakat, pemerintahan, ekonomi, politik, dsb. Kenapa di negeri kita ada banyak orang yang berpikiran sempit dan kerdil. Misalnya para pengusung khilafah, simpatisan dan ex-HTI, atau para “Mujahidin” lokal Indonesia yang punya ide dan gagasan dangkal soal politik dan pemerintahan. Orang-orang semacam ini selain mainnya kurang jauh dan pulangnya kurang malam, mereka terlalu banyak halu dan termakan kebohongan berita. Akhirnya cara berpikir dan tindakannya mempertontonkan kedunguan semata. Kesadaran semacam ini saya peroleh setelah hidup jauh dari Tanah Air dan bertemu dengan banyak orang dari berbagai latar belakang (suku, ras, bangsa, negara, bahkan agama). Dengan itu semua akhirnya saya dapat mengambil banyak pelajaran dari mereka.

Selain mendapatkan pengalaman dan ilmu, belajar di luar negeri membuat saya bangga dan semakin cinta pada Indonesia. Nasionalisme saya menjadi tumbuh subur disiram rindu pada kampung halaman, keluarga, dan teman-teman. Saya selalu berharap perjalanan nyantri saya jauh ke luar negeri semoga dapat memberikan berkah dan manfaat untuk diri, keluarga, bangsa, negara, dan agama.

Qom

Senin, 13 September 2022/22 Syahriwar 1401

 

 

 

 

 

 

 

Post a Comment

1 Comments