Paradigma Cinta
(Menuju
cinta bertauhid tanpa musyrik)
Cinta
tidak akan pernah dapat didefinisikan, maknanya keterlaluan luas. kata-kata dan
tinta tak mampu menampung dan mengungkapkan kedalaman cinta, kalau boleh pinjam
ungkapan Rumi “Jika cinta sudah hadir maka pena-pena akan patah". Pendekatan
sederhana untuk mengerti cinta bisa kita lihat dari bagaimana seorang perempuan
dilantik jadi ibu, ia harus kuat menanggung nyeri saat jabang bayi menjajal
ruas jalan rahim hingga finish di pintu keluar vagina (dengan rute perjalanan
alam rahim -alam dunia), kalau bukan karena cinta, karena apa
perempuan-perempuan itu bertaruh nyawa? Bahkan tak sedikit pertaruhan nyawa itu
berujung pahit, “si dukun beranak dengan berat hati bicara pada sang suami yang
kini telah jadi duda, maaf saya cuma bisa menyelamatkan anak anda" itulah
salah satu manifestasi cinta yang sangat nyata.
Hari
ini cinta diseret paksa untuk diterjemahkan serampangan oleh pasangan muda-mudi
yang penuh birahi. Cinta jadi begitu mengerikan sekaligus menjijikan. Kata Kiyaiku,
hal suci semacam cinta, agama, kitab suci, akan sangat mudah jadi najis tanpa kehati-hatian
dalam menjaganya. Seumpama mata air yang jernih akan sangat mudah jadi keruh
atau terkontaminasi tanpa upaya sungguh-sungguh dalam menjaga dan merawatnya.
Begitulah cinta sebagai hal suci yang Tuhan karuniakan pada Manusia selaku makhluk
yang paling unik. Dengan demikian butuh keseriusan dalam menjaga dan mengantarkan
cinta agar tetap murni dan suci sehingga mengarah pada sang Maha Murni dan Maha
Suci.
Dalam
Ilmu Mantik atau Ilmu Logika dikenal istilah Muwathi dan Musyakik, sebuah tinjauan
Horizontal dan atau Vertikal (Lihat Kitab Mantik Mudhafar). Berangkat dari
landasan berpikir ini, cinta merupakan satu dari sekian banyaknya hal yang seringkali
disalahpahami. Salah paham ini berawal dari cara berpikir kita yang kurang
radikal (mengakar). Karena berpikir mendalam sedikit akan dianggap liberal,
atheis, dan tidak agamis.
Menaruh
cinta dengan posisi horizontal akan sangat berbahaya, bayangkan jika cinta kita
terhadap orangtua, anak, istri, saudara, kekasih, dst disejajarkan dengan cinta
kepada Tuhan? Dalam kondisi seperti ini tabrakan kepentingan tak dapat
dielakkan. Cinta pada Pencipta disejajarkan dengan cinta pada ciptaan. Kita tak
perlu heran jika melihat pelaku korupsi, boleh jadi itu semua dilatar belakangi
cinta diri dan keluarga, sehingga harus mengorbankan cinta negara dan rakyat
untuk kepentingan cintanya yang sempit dan dangkal. Dalam contoh ini cinta
kepada Tuhan menjadi nomor sekian, karena semua cintanya diletakkan sejajar
tanpa ada puncak capaian dan skala prioritas.
Bercinta
dengan cara vertikal adalah cinta yang bertauhid. Cinta menjadi esa sekaligus
luas. Cinta pada diri menjadi anak tangga menuju Tuhan. Semua cinta berorientasi
pada Ketinggian dan kesucian. Bercinta dengan cara ini tidak akan mengorbankan
atau memberangus cinta satu sama lain.
Pada
pengantar sosial buku Falsafatuna karya Muhammad Baqir Shadr seorang Filsuf
Muslim kontemporer. Baqir Shadr memberikan kritik dengan sungguh-sungguh dan mengakar
terhadap dua aliran sosial yang seolah-olah terus menerus menjadi rival,
padahal keduanya saling menguatkan satu sama lain. Aliran sosial Liberal
Kapitalis memberikan ruang kemerdekaan dan kebebasan yang tidak terbatas pada si
homo sapiens yang sok jago itu. Namun sejatinya kebebasan dan kemerdekaan itu
sama sekali tidak mengantarkan manusia pada kedaulatan. Kehidupan jadi tak
pernah kosong dari pergumulan dan perselisihan kekuasaan. Setiap insan
mengerahkan segenap kekuatan guna memuaskan hasrat dan ambisi yang berorientasi
pada materi. Kesuksesan setiap orang diukur dari sejauh mana ia dapat menguasai
SDA sekaligus menjadi tuan bagi SDM yang lainnya sebagai lambang kekuatan dan
kemenangan atas pertarungan gaya bebas sekaligus bablas ala Liberal Kapital.
Adapun
aliran sosial komunis mengkampanyekan gerakan sosial masyarakat tanpa kelas.
Semuanya memiliki tugas, kewajiban, dan hak yang sudah ditentukan porsinya.
Tidak ada kebebasan yang akan membuat kekayaan dimonopoli oleh seseorang atau
sebagian kelompok saja. Sekilas aliran ini nampak menjadi lawan dari Liberal
Kapital karena menghendaki kesamaan rasa serta kesejahteraan yang merata. Namun
Baqir Shadr melihat paham seperti ini mengingkari naluri manusia. Manusia yang
mencintai dirinya dan selalu menginginkan kesempurnaan serta berupaya untuk
mewujudkannya harus membunuh setiap keinginannya. Konsep aliran sosial ini mengharuskan setiap jiwa melenyapkan hasrat diri untuk
kemudian menyalakan semangat sosial bersama.
Dari
dua kutub aliran sosial diatas keduanya sama-sama membawa semangat materialisme.
Memusatkan perhatian dan orientasi kehidupan ini hanya pada materi yang
terbatas ini. Paradigma ini yang menjadi akar sebab sehingga melahirkan problem
yang tidak pernah akan ada habisnya. Pengantar sosial pada buku Falsafatuna seperti penulis kutip diatas membuka pandangan
penulis bahwa Cinta turut mengambil peran penting dalam menentukan arah kehidupan
seseorang.
Cinta
diri, kekasih, keluarga, dst merupakan naluri setiap manusia. Dalam kitab suci
tidak pernah tertuang titah Tuhan guna memberangus dan melenyapkan cinta itu. Tetapi
juga tidak lantas memberikan kebebasan sak karepe dewek semau-maunya
sendiri. Cinta adalah karunia agung dari Sang Maha Agung untuk menggapai
kesempurnaan. Potensi manusia akan teraktual dengan manajemen cinta yang sehat sekaligus
benar.
Cinta
yang memiliki arah vertikal seumpama tangga untuk mencapai Sang Maha Cinta.
Anak tangganya dapat berupa cinta kepada diri, keluarga, kekasih, sahabat,
tetangga, bahkan seluruh manusia dan semua makhluk ciptaan Tuhan. Bermodalkan
pandangan cinta yang benar akan melahirkan keseimbangan dan keadilan. Cinta
terhadap diri tidak akan dicapai dengan cara-cara kotor dan tak bermoral karena
ia merupakan anak tangga untuk menggapai Cinta Tuhan.
Seorang
ibu yang mengorbankan nyawa untuk anaknya pada saat melahirkan bukan berarti ia
tak mencintai dirinya sendiri. Justru cinta kepada dirinya teraktual dengan mencintai
anaknya sehingga harus mengorbankan dirinya.
Mursyid
Al Haq
Jakarta,
18 Januari 2021
0 Comments