Majelis Ilmu Jami’u Al-Sa’adat
(Bersama Kiai. Akbar Shaleh, BA)
Sebuah majelis yang membicarakan tentang akhlak baik dan buruk. Majelis pembentukan karakter akhlak al-karimah, akhlak Ilahi, akhlak para nabi dan para manusia suci. Titik moderasi untuk menyeimbangkan segala karakter baik dan menghilangkan karakter buruk, sehingga tidak terjadi Tafrid dan Ifrad dalam bertindak dan berperilaku.
Majelis ilmu Jami’u Al-Sa’adat
wadah atau fasilitas untuk mengembangkan karakter baik dan menghilangkan/
membasmi dan membunuh karakter buruk. Dengan kata lain majelis ini berguna untuk pembunuhan
karakter buruk dan membangkitkan atau menyadarkan karakter baik pada diri. Sehingga majelis ini dapat memberikan kesadaran dan semangat untuk terus menebar manfaat dan kebaikan.
Malam ini kita mendengar bersama-sama tentang kebakhilan dan
lawannya yakni kedermawanan. Bakhil adalah menahan harta yang seharusnya
dikeluarkan untuk orang lain. Sumber dari sifat bakhil adalah cinta dunia.
Dalam menahan harta jangan sampai jatuh pada kebakhilan, dan dalam memberi atau berderma
jangan sampai jatuh pada keborosan. Harus ada pada titik moderasi. Dengan
demikian perlu adanya majelis Ilmu Jami’u Al-Sa’adat agar kita bisa
memahami titik moderasi.
Kebakhilan dan ketamakan mampu menghancurkan sebuh masyarakat,
bahkan sebuah bangsa dan negara. Bersatunya dua sifat tersebut menghancurkan banyak
hal. Ketamakan dan kebakhilan bisa mengorbankan rakyat sipil demi kepentingan
para kaum elit. Berbagai cara para budak dunia untuk mencapai cita-cita mereka
mengumpulkan kekayaan duniawi. Semuanya berporos pada cinta dunia.
Lawan dari kebakhilan adalah kedermawanan. Dermawan bukan
orang yang asal memberikan tanpa pada tempatnya. Memberi diluar kemampuan dan
kebutuhan akan jatuh pada keborosan atau berlebih-lebihan. Dermawan adalah
sifat para nabi. Tak ada satupun dari
para nabi tertulis dalam sejarah yang memiliki sifat bakhil.
Kedermawanan adalah titik moderasi antara kebakhilan dan
keborosan. Kedermawanan memberikan sesuatu pada tempatnya sesuai kebutuhan dan
tuntutannya. Ukuran orang yang layak untuk dibantu adalah menggunakan timbangan
syariat, seperti berinfak dan zakat.
Adapun memberikan nafkah untuk istri harus sesuai standar
pola kehidupan sang istri sesuai dengan kebiasaan hidupnya sebelum dipersunting
dan sesuai urf adat kebiasaan dalam
satu tempat/wilayah.
Catatan pengajian malam Rabu oleh Muhimin Mahasantri
Khatamun Nabiyyin pada Majelis Ilmu Jami’u Al-Sa’adat
Editor:Mursyid
1 Comments
Alhamdulillah barakalloh
ReplyDelete