Indahnya Menjadi Kafir
"Jangan Takut Kafir"
Oleh: Mursyid Al Haq (Bukan Santri Kafir)
Aku ingin sekali jadi orang kafir, karena ayah ibuku kafir, kakek nenek juga kafir, begitu celetuk seorang anak kecil dengan semangat dan penuh keyakinan. Kata kafir memang cukup sensitif untuk dilemparkan begitu saja. kbbi mengartikan kata kafir dengan makna negatif (kafir : ka·fir n orang yg tidak percaya kpd Allah dan rasul-Nya). Namun jika kita mau lebih dalam memahami apa yang dikatakan anak kecil tadi, tanpa terburu-buru menghakimi dan memukulinya, kita akan tertawa geli karena lucu mendengarnya.
Kata kafir sendiri berasal dari bahasa Arab. Dalam kamus bahasa Arab Al-munawir misalnya, kata kafara-yakfuru diartikan dengan menutupi atau menyelubungi. Al-Qur'an juga tak sedikit menggunakan kata kafir dengan bentuk turunan kata lainnya. Kata kafir dalam surat (Al-Hadid:20) kamaṡali gaiṡin a'jabal-kuffāra nabātuhụ. Kata kuffara dalam ayat tersebut sedang membicarakan petani saat cocok tanam dan menutup benih di dalam tanah. Ada juga ayat lain berbicara dengan kata kafir untuk hal yang baik dan positif. Fa may yakfur biṭ-ṭāgụti wa yu`mim billāhi fa qadistamsaka bil-‘urwatil-wuṡqā (Al-Baqarah:256). Orang kafir dalam ayat ini merupakan orang yang mulia. Kafir terhadap thagut sekaligus iman kepada Allah. Walaupun nanti akan muncul penafsiran yang beragam mengenai thagut itu sendiri, dari yang paling sembrono sampai yang sangat hati-hati.
Kembali ke pembahasan anak kecil tadi beserta keluarganya yang kafir. Sejatinya ada hal mendasar yang harus kita benahi, hal ini mengenai paradigma masyarakat kita, cara berpikir yang menghasilkan cara bertindak. Perlu kita sadari banyak orang yang enggan berpikir terlalu dalam bahkan cenderung ingin menyederhanakan segala sesuatu. karena tak mungkin juga jika masyarakat harus dipaksa berpikir dan meneliti hal-hal njelimet seperti persoalan kafir ini. Untuk mengkaji kata kafir saja orang boleh jadi harus belajar bahasa arab berbulan-bulan bahkan tahunan, atau setidaknya harus menyelesaikan kitab tashrif dan kaelani untuk mengetahui asal akar kata. Masyarakat ora mudeng begituan le...
Disini kita semua dapat melihat sejauh mana peran ulama dalam membina dan mendampingi masyarakat. Namun persoalan yang menambah kebingungan semakin berkepanjangan adalah istilah kafir yang sudah terlalu sempit dimaknai, dan dipolitisir oleh sebagian kecil kelompok muslim. Misalnya hanya karena berbeda pilihan presiden tersemburlah kata-kata kafir dengan nyaring dan lantang. Belum lagi ketidak harmonisan antar umat beragama dipelihara dengan saling mengutuk satu sama lain menggunakan kata kafir. Hal ini didukung dengan banyak bermunculannya "ulama piccolo" berjubah dan bersorban tapi emosian. Kata kafir yang seharusnya tidak melulu berkonotasi buruk dijadikan sebagai alat mencela, menghina, merendahkan, untuk kemudian jadi legitimasi melangsungkan genosida dengan bom bunuh diri. Kang ngeri...
Belum lama ini Munas Nahdatul Ulama menuai banyak kontroversi. Salah satu poin penting yang banyak diperdebatkan adalah tidak menyebut kafir pada penganut agama lain atau non muslim. Bagi saya hal ini patut diapresiasi. Sudah semestinya ulama bertindak bijak dan berpikir jangka panjang untuk maslahat keummatan, mengentaskan masalah umat dari mulai hal yang paling mendasar. Masyarakat perlu sedikit demi sedikit dibuat cerdas. Dengan tidak menggunakan istilah kafir bermakna sempit, berarti telah beralih dari satu kedunguan intelektual menuju ketercerahan akal sehat.
Alhamdulillah saya semakin yakin untuk menjadi manusia paling kafir dan akan berusaha dengan segala daya dan upaya agar keluarga saya juga ikut kafir...begitu ucap anak kecil menutup celotehan nakalnya. Orang tua kamu kerja apa? Tanyaku penasaran, cuman bertani jawabnya dengan bangga.
Jakarta, 12 Maret 2019
5 Comments
Gokil ceng...
ReplyDeleteCerita pagi ana ini mas...heheh
DeleteMenarik until di baca, saling bertukar wawasan saja di https://arifnoerwahidin.blogspot.com
ReplyDeleteBlog teknologi
Assiaaap kang...heheh
DeleteMantap bnget kang. .
ReplyDeleteTpi utk orang awam bnget agama ini bisa jadi bumerang kesesatan